Senin, 01 Oktober 2007

VALIDITAS

Uji validitas dan reliabilitas adalah semacam proses “audit” terhadap instrument penelitan (angket, kuesioner) sebelum “go public”. Audit yang dimaksud di sini bersifat antisipasi, preventif bukan evaluatif seperti lazimnya pengertian audit di dunia keuangan. Kualitas hasil riset salah satunya ditentukan oleh faktor uji validitas dan reliabilitas. Apapun metode analisis yang Anda gunakan, secanggih apapun uji-uji statistik yang Anda pakai, tidak akan berguna jika instrument penelitian Anda tidak melalui “audit”! Hukum “GARBAGE IN GARBAGE OUT” berlaku di sini.

Jika Anda membandingkan sejumlah buku metode penelitian, maka Anda pasti tidak akan menemukan “kesepakatan” di antara para penulis buku tersebut terutama dalam dalam jumlah/ragam jenis validitas dan pengelompokkannya. Saya sudah melakukan content analysis kecil-kecilan terhadap sejumlah buku metode penelitian baik di bidang sosial maupun pemasaran, hasilnya saya menemukan ada 4 jenis validitas yang sering disebutkan yaitu : Face Validity, Content Validity, Criterion Validity, dan Construct Validity. Sebaiknya Anda tetap menyebutkan jenis-jenis validitas ini dalam “bahasa londo”-nya karena di antara para penulis buku-buku metode penelitian sepertinya belum ada kesepakatan penerjemahan. Jenis validitas yang paling beragam terjemahannya adalah Face Validity. Terjemahan yang digunakan terhadap Face Validity di antaranya : validitas rupa, validitas muka, validitas paras, dan validitas permukaan (saya pribadi setuju yang ini…). Yang rada ngaco adalah terjemahan Content Validity, manakala sebagian besar buku menerjemahkannya sebagai validitas isi yang menerjemahkannya dengan validitas kandungan

Oke, lalu apa sebenarnya validitas? Judul tulisan ini adalah defenisi validitas yang paling sederhana, benar-benar benar! Dengan kata lain suatu instrumen penelitian dikatakan valid jika mampu menghasilkan data yang benar-benar benar. Data yang benar-benar benar dihasilkan oleh instrumen yang mengukur apa yang seharusnya diukur. Contoh dalam kehidupan sehari-hari, timbangan beras valid untuk menimbang sekarung beras tapi tidak valid menimbang sehelai surat, termometer tubuh valid untuk mengukur suhu tubuh tapi tidak valid mengukur suhu air mendidih, jika dipaksakan dijamin ancur tuh termometer (sure deh, percaya deh, saya pernah membuktikannya waktu kecil, alhasil uang jajan saya dipotong oleh ibu saya untuk mengganti termoternya yang pecah). Contoh yang lebih relevan dengan dunia penelitian, apakah cukup dengan hanya menanyakan pengeluaran rutin perbulan maka kita sudah mengukur status sosial dan ekonomi seseorang? Ukuran pengeluaran rutin perbulan tidak valid dalam mengukur status sosial dan ekonomi seseorang, alat ukur tersebut hanya mengukur status ekonomi!

Validitas terdiri dari beberapa jenis, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Ke empat jenis validitas tersebut masih bisa dikelompokkan menjadi validitas konsensus dan validitas komparasi. Termasuk dalam validitas konsensus adalah face validity dan content validity. Pengertian konsensus disini adalah kesepekatan para ahli/pakar dibidangnya bahwa suatu ukuran/instrumen memang benar atau tepat adanya mengukur suatu fenomena/gejala. Misalnya untuk menentukan dominasi suatu produk atau perusahaan di pasar tertentu maka kita bisa mengukurnya dengan menghitung market share (pangsa pasar) dari produk atau perusahaan tersebut baik secara unit maupun sales. Semua ahli marketing pasti menyarankan alat ukur ini jika Anda ingin mengetahui dominasi produk atau perusahaan Anda dalam pasar tertentu. Validitas konsensus ini merupakan validitas yang “cetek”, alias paling sederhana, cenderung subjektif, sehingga kurang menantang gitu loh. Tidak diperlukan perhitungan matematis untuk meloloskan suatu alat ukur dari saringan validitas ini. Perbedaan antara face dengan content validity hanyalah pada jumlah dimensi konsep yang diukur. Jika suatu konsep cukup diukur dengan satu atau dua variabel maka loloslah dia dari saringan face validity, misalnya konsep market share. Namun jika suatu konsep melibatkan banyak dimensi maka dia harus menjalani saringan content validity. Misalnya pengukuran status sosial dan ekonomi yang dilakukan oleh AC Nielsen di Indonesia, karena hanya melibatkan satu dimensi saja (pengeluaran rutin perbulan) jelas tidak lolos dari saringan content validity! Alat ukur AC Nielsen tidak valid untuk mengukur konsep status sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia! Bersambung…

Tidak ada komentar: